Tuberkulosis Paru
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan
penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang
sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah,
nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan
sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi
basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin
bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada
penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan
pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein
derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto
dada.
Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar
X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA
untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji
sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC
congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat
atau disusui ibunya.
Penatalaksanaan:
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan
dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien
bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang
lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk,
bersin dan tertawa.
Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita
hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan
harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak
aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif
dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah
timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena
paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih
murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan
- Isoniazid (INH)
300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga
timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan
muntah. Oleh karena itu “perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan
bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan.
- Etambutol
15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber
neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan
pada janin belum ada.
- Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus
hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan
trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan
(ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada
penderita karena harus disuntikan setiap hari.
- Rifampisin
600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi
memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga sebaiknya
tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan
sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif
perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh
lakukan persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan
dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau
Forcep.
Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk
menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan
pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan
langsung.
Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus
diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang
isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar
ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC
aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi
setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu
memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus
mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk
laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun
bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan
imunisasi BCG.
Ginjal Dalam kehamilan
terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran
kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil
pemeriksaan laboratorium.perubahan natomi terdapat peningkatan pembuluh
darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang
kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga
mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral dan
akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu
juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks,
dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh
kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan
pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada
kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan
superior.
Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan
melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon
estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek
relaksasi dari hormon progesterone.
Perubahan Fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal
Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate).
Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai
normal wanita tidak hamil.
Akibatnya akan terjadi penurunan kadar
kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah
0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
Jantung Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang
sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan
stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi
aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit
katupulmonal dan trikuspidal.
Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan
superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi
ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia.
Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan
bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui
darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga
jantung harus bekerja lebih berat.
Karena itu dalam kehamilan
selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih
dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama
disebabkan karena:
Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu
Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke
atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat
jantung mengalami lekukan dan putaran.
Volume plasma bertambah
juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma
berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini
mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24
jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi
cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti
periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi
(penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan
penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
Jantung
yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak.
Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan
nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu.
Dalam
kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering
terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit
jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan,
bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
Manifestasi Klinis
Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah
tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema
tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis
adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda ini
dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat
penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu:
- Antara
minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke
28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum
- Saat
persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam
sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20% dan ketika meneran pada partus kala
ii, saat arus balik vena dihambat kembali ke jantung.
- Setelah
melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang
hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah
dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik.
- 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal
jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di
dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang
berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja,
nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema
persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I
yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click,
late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat
III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving
ventrikel kiri atau kanan yang difus.
Pemeriksaan Penunjang Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan:
- EKG
untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali,
tanda penyakit pericardium, iskemia, infark. Bisa ditemukan tanda-tanda
aritmia.
- Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat dan terpercaya
untuk mengetahu kelainan fungsi dan anatomi dari bilik, katup, dan peri
kardium
- Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam kehamilan, namun
jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi perlindung
diabdomen dan pelvis.
Diagnosis
- Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria :
- Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
- Pembesaran jantung yang jelas
- Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
- Arimia berat
Pada
wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang
menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung
pasien harus di golongkan satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan Kelas I
Tanpa pembatasan kegiatan fisik
Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
Kelas II
Sedikit pembatasan kegiatan fisik
Saat istirahat tidak ada keluhan
Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti:
kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina
pectoris
Kelas III
Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
Saat istirahat tidak ada keluhan
Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
Kelas IV
Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
Komplikasi Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.
Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau
ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi
beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan
deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan
menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu:
Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari
aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat
bila keadaan memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan
sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan
ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring
minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75
mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan.
Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu.
Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan
persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi obstetric. Metode
anastesi terpilih adalah epidural
Kala persalinan biasanya tidak
berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap
10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi,
takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa
suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali
dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15
mg), dan diuretic.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal
jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran
akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera
Tidak
diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat
tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala
jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui.
Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic
Kelas IV
Harus dirawat di RS
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat.
Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil
dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring
terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic
biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Pemberian
oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman namun
kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III
selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau
edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.
Operasi
pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum
hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun
berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti
pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada
persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati
memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena
dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus
stenosis aorta atau mitral.
Prognosis
Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal
dari jantung, penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang
paling sering menyebabkan kematian adalah edema paru akut pada stenosis
mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih buruk akibat dismaturitas dan
gawat janin waktu persalinan.
Diabetes Melitus
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan
(toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui
pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup pasien
yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui
saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil
Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
meninjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin
sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu.
Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen,
steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka
terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan
insulin.
Diagnosis Deteksi dini sangat
diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama
dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran,
riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi
dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan
polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30
tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya,
obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang
selama hamil.
Klasifikasi Tidak tergantung
insulin (TTI) ” Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu
kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
Tergantung insulin (TI) ” Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu
kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Komplikasi Maternal: infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
Fetal: abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
Neonatal: prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal,
trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa
darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan
kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode
hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal.
Pantau
kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila.
Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk
kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati
persalinan.
Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil
dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI,
kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya
0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara
khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak
usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat
dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada
umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu
hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali
baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20
kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis
dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK
Asma
Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering
dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang
penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan
berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada
akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Komplikasi
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan
berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus premature
dan gangguan petumbuhan janin.
Manifestasi Klinis
Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi
saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama
kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita
mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat
ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
Penatalaksanaan Mencegah timbulnya stress
Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti
Isoproterenol Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1atau lebih dari obat dibawah ini
Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
Oksigen
Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5 %
Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau per infus dalam D10%
Hindari
penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat
gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat
infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada
dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang
atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung
histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter
sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat
terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan,
gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat
kecil.